Oleh: inoors | 28 Januari 2009

Dhihar (Talaq, Hukum dan Konsekuensinya 5)

A. DHIHAR
1. Pengertian
Dhihar berasal dari dhohr yang artinya punggung. Dan yang dimaksud ialah :  ucapan seorang suami kepada istrinya :  “ Engkau seperti punggung ibuku
divorceDimasa Jahiliyah dhihar dianggap thalaq, kemudian Islam membatalkannya dengan ketentuan ; suami dilarang menggauli istrinya sebelum membayar kafarah
Ibnu Qoyyim memberikan alasan, bahwa dhihar dimasa jahiliyah dianggap thalaq yang kemudian dibatalkan Islam, maka kita tidak boleh kembali kepada hukum yang telah dibatalkan ( mansuukh ).
2. Hukum dhihar
Para Ualama sepakat bahwa dhihar hukumnya haram, Allah berfirman  :
Artinya : .” Orang-orang yang mendhihar istrinya di antara kamu, (menganggap istrinya sebagai ibunya, padahal) tiadalah istri mereka itu ibu mereka. ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. dan Sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan mungkar dan dusta. dan Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. “  ( QS. 58 : 2 )
Hukum ini bermula dari kisah Aus bin Tsabit yang telah men-dhihar istrinya Haulah binti Malik bin Tsa’labah yang mengadu kepada Allah, dan kemudian Allahpun berkenan untuk mendengar pengaduannya dengan menurunkan ayat tersebut diatas
3. Hukum Dhihar  :
Apabila seorang suami men-dhihar istrinya, maka timbul beberapa akibat hukum  :
Suami haram untuk mengauli istrinya sebelum ia membayar kafaroh,  Allah berfirman  :
Artinya : “ Orang-orang yang menzhihar istri mereka, Kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, Maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. “  ( QS. 58 : 3)
Suami wajib untuk membayar kafaroh agar bisa mengauli istrinya. Dalam hal ini istri dapat menuntut suaminya untuk segera membayar kafaroh tersebut, dengan ketentuan sebagaimana firman Allah berikut  :
Artinya : “ Orang-orang yang menzhihar istri mereka, Kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, Maka(wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), Maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak Kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. dan Itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir ada siksaan yang sangat pedih. “  ( QS. 58 : 3-4 )
B. IILA’

1. Pengertian Iila’

Berarti sumpah. Menurut pengertian syari’i, Iila’ berarti : “ bersumpah dengan nama Allah atau sifat-Nya untuk tidak menggauli istrinya  secara mutlak atau selama lebih dari empat bulan ( Jumhur Ulama ) dan selama empat bulan atau lebih ( Hanafiyah )
Artinya : “  Kepada orang-orang yang meng-ilaa’ istrinya diberi tangguh empat bulan (lamanya). Kemudian jika mereka kembali (kepada istrinya), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan jika mereka ber’azam (bertetap hati untuk) talak, Maka Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. “ ( QS. 2 : 226-227 )
2. Hukum Iila’
Apabila seorang suami meng-iila’ istrinya kemudian digaulinya pada masa empat bulan, maka berakhirlah ila’ dan suami wajib membayar kafarah yamin dengan ketentuan sebagaimana dalam firman Allah  :
Artinya : “   Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, Maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi Pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, Maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar) “ ( QS. 5 : 89 )
Dan apabila telah berlalu masa iila’ dan suami tidak menggauli istri, maka hukumnya :
Hanafiyah  :  jatuh thalaq bain
Mayoritas Ulama  :  istri harus menuntut suaminya agar melepaskan iila’-nya atau menthalaq.
Dan  apabila suami menolak tuntutan istri, maka Hakim wajib menjatuhkan hukuman kepada suami dengan :
menjatuhkan thalaq   ( Imam Malik )
menekan suami agar ia menjatuhkan thalaq ( Imam Syafi’i,    Ahmad dan Ahli Dhohir )
3. Thalaq yang terjadi pada masa  Iila’
Thalaq yang terjadi pada masa Iila’, jatuh thalaq bain ( Hanafiyah ), dan thalaq roj’i ( Mayoritas Ulama )
C. LI’AN

  1. 1. Pengertian

F     Li’an berarti melaknat
F     Menurut pengertian syar’i  Li’an berarti : “ sumpah seorang suami apabila menuduh istrinya berzina. Dengan cara sebagai berikut  :
Sumpah itu diucapkan empat kali bahwa tuduhannya benar dan pada sumpah yang kelima ia meminta kutukan Allah atas dirinya seandainya ia berdusta
Sumpah tersebut juga diucapkan istri sebanyak empat kali bahwa dirinya tidak berbuat sebagaimana yang dituduhkan suaminya, dan pada sumpah yang kelima ia bersedia menerima kutukan Allah bila ternyata tuduhan tersebut benar
F   Dasar li’an tersebut adalah firman Allah  :
Artinya : “  Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina), padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, Maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, Sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar.  Dan (sumpah) yang kelima: bahwa la’nat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang yang berdusta   Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah Sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk orang-orang yang dusta.  Dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar “ ( QS. 24  6-9 )
2. Bagaimana terjadinya Li’an ?
Li’an  bisa terjadi karena dua hal  :
Suami menuduh istrinya berbuat zina dengan tidak dapat menghadirkan empat saksi yang membenarkan tuduhannya
Suami menolak isi kandungan istrinya
Sebaiknya sebelum terjadi li’an, diberikan nasihat dan peringatan kepada wanita tertuduh, agar waspada terhadap dampak li’an
Hadits berikut ini barangkali bisa dijadikan pertimbangan :
أيما امرأة أدخلت علي قوم من ليس منهم  فليس من الله في شيء  و لن يدخلها الله الجنة  و أيما رجل جحد ولده و هو ينظر اليه احتجب الله منه  و فضحه علي رؤوس الأولين  و الآخرين
Artinya : “ Apabila seorang wanita memasukkan ke suatu kaum yang bukan dari mereka, maka ia tidak akan mendapat bagian apapun dari Allah dan ia tidak akan masuk surga, dan apabila seorang laki-laki tidak mengakui anaknya, padahal ia tahu bahwa ia adalah anaknya, maka Allah akan menjauh darinya dan Allah akan menghinakannya dihadapan orang dahulu maupun yang akan datang “ ( HR. Abu Daud )
3. Akibat hukum Li’an
Apabila suami telah mengucapkan li’an, maka gugur hukuman had atas dirinya, dan istri wajib dihukum had apabila ia tidak bersedia membantahnya dengan mengucapkan li’an
Apabila istri membantah dan mengucapkan li’an, maka suami tetap bebas dari hukuman had dan istri juga bebas dari hukuman tersebut
Apabila suami istri saling me-li’an, maka jatuhlah perceraian antara keduanya dan haram untuk berkumpul kembali, Ibnu Mas’ud berkata  :
مضت  السنة  ألا  يجتمع  المتلاعنان
Artinya : “  Menurut sunnah yang berlaku, suami istri yang salaing meli’an tidak boleh berkumpul kembali “ ( HR. Daru Quthni )

Ust. H. Agung Cahyadi, MA.
Dalam Islamic Short Course Menengah 2008


Tinggalkan komentar

Kategori